Showing posts with label Info sains. Show all posts
Showing posts with label Info sains. Show all posts

TUJUH MISTERI OTAK YANG BELUM TERPECAHKAN

Misteri Otak Manusia
KOMPAS.com — Otak merupakan bagian dari tubuh manusia yang kompleks dan sulit untuk dimengerti. Bagaimana otak bekerja dan bagaimana otak dapat memengaruhi tingkah laku manusia? Itu salah satu pertanyaan yang hingga kini belum dapat dijelaskan dengan gamblang.

Peneliti telah menggunakan berbagai cara, mulai dari teknologi paling konvensional hingga modern, demi memecahkan berbagai pertanyaan mengenai otak manusia. Namun, hasilnya, tetap saja ada beberapa hal yang belum terurai, menyisakan misteri sampai detik ini. Berikut beberapa misteri tentang otak:

Seberapa cepat otak manusia bekerja?


Pernahkah menyadari seberapa cepat seseorang bisa mengenali wajah orang lain, lagu, bahkan bau secara instan? Setiap orang akan punya jawaban yang berbeda-beda. Namun, para peneliti bertanya-tanya, seberapa cepat otak manusia bekerja dan memproses informasi? Otak mampu menyortir berbagai informasi dengan kecepatan yang luar biasa, kemudian menghasilkan satu pemikiran, tingkah laku, atau memori.

Dari mana asalnya kepribadian?

Pernahkah terpikir dari mana asal kepribadian seseorang? Apakah benar kepribadian seseorang ditentukan oleh otak? Ataukah kepribadian dipengaruhi oleh gen, aspek psikologis, dan lingkungan? Lalu bagaimana bisa seseorang yang berada dalam kondisi yang sama lalu dapat memiliki kepribadian yang sama sekali berbeda?

Mengapa seseorang tidur dan bermimpi?

Tidur jadi kebutuhan yang sangat penting bagi manusia, tetapi mengapa? Tidak ada alasan pasti mengapa tidur bisa mengembalikan energi seseorang. Ini masih membuat peneliti kebingungan.

Sama halnya saat seseorang bermimipi. Peneliti mereka-reka dari mana asal muasal mimpi. Sejauh ini, mimpi masih menjadi misteri yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu.

Bagaimana seseorang menyimpan memori?

Apa menu makan siangmu? Siapa pacar pertamamu? Kira-kira, di mana seluruh memori itu tersimpan sebelum secara sadar seseorang ingin mengingatnya?

Hampir seperti hard drive di komputer, memori tersimpan dalam otak. Namun, tak ada yang tahu pasti di mana memori itu berada saat seseorang tidak memikirkan mengenai memori tersebut.

Pertanyaan lainnya yang belum terpecahkan, bagaimana sebuah memori bisa hilang dan bahkan tergantikan dengan memori baru yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya?

Otak manusia seperti komputer?

Berhitung, mengingat, semua itu bisa dilakukan dengan otak. Lalu apa bedanya otak dengan komputer yang juga bisa melakukan hal yang serupa.

Otak bukanlah komputer karena fungsi otak membuat interaksi yang tak linear di antara miliaran sel. Otak manusia bisa mengalkulasikan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh komputer, seperti baik dan buruk suatu hal.

Bagaimana otak berkoordinasi?

Bagaimana seseorang bisa melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan? Bagaimana bisa orang membaca koran sambil menyeruput kopi ditambah mengetik pesan pada smartphone?

Tentu, otak punya peran di dalamnya. Otak mampu mengatur dan menyelaraskan berbagai aktivitas tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Namun, caranya masih menjadi teka-teki.

Apa itu kesadaran?
Pada saat-saat tertentu, seperti dalam kondisi tertidur, seseorang dikatakan tidak sadar. Sementara itu, saat terbangun, seseorang dikatakan dalam kondisi sadar. Namun, apa itu kesadaran?

Peneliti mengungkapkan bahwa kesadaran merupakan hasil dari interaksi kompleks yang terjadi di otak. Namun, ada pula yang berpikir bahwa kesadaran merupakan efek kuantum. Belum ada yang tahu pasti, apa itu kesadaran dan bagaimana hal tersebut terbentuk.

Nah rekan-rekan, kita masih punya segudang misteri yang harus segera kita pecahkan, ayo lebih semangat mempelajari sains!.

Sumber : Kompas Sains

WOW!!, ADA UBUR-UBUR MIRIP UFO YANG MENDIAMI SAMUDERA PASIFIK

Ubur-ubur ditemukan di dekat Palung Mariana. Penampakannya mirip UFO.

KOMPAS.com - Ubur-ubur baru yang ditemukan di dekat Palung Mariana sungguh mengagumkan. Bagian utama tubuh atau medusanya berbentuk bulat dan transparan. Saluran-saluran di dalam tubuhnya memancarkan warna merah sementara gonad atau organ kelaminnya berwarna kuning. Dua set tentakelnya memanjang. Dengan penampakannya, ubur-ubur yang terungkap lewat penelitian di area Enigma Seamount itu mirip UFO.

Tim ilmuwan dari Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) mengungkap keberadaan ubur-ubur unik tersebut pada 24 April 2016 lalu. Dari atas kapal riset Okeanos Explorer, mereka mengirim wahana Deep Discoverer ke dalam perairan dekat Kepulauan Mariana.

Tak diduga, ketika wahana sampai pada kedalaman 3.700 meter, ilmuwan menyaksikan jenis ubur-ubur yang belum pernah dikenal dalam ilmu pengetahuan. Ilmuwan belum bisa menetapkan spesies dari ubur-ubur tersebut. Namun, mereka menduga hewan itu anggota genus Crossota.

Golongan Crossota menghabiskan hidupnya dengan "melayang" bebas di perairan. Saat ditemukan, tentakel ubur-ubur itu memanjang dan memendek sementara tubuhnya tetap. Itu menunjukkan bahwa ubur-ubur tengah ada pada mode menyergap makanan.

Ubur-ubur itu hanya salah satu temuan dari tahap pertama misi Deepwater Exploration 2016 di Palung Mariana. Dengan 3 kapal riset, NOAA mengungkap sisi menarik dari wilayah Enigma Seamount. Rupanya, gunung laut tersebut tak seperti umumnya.

Bila gunung laut lain punya puncak datar dan lereng "halus", Enigma Seamount punya puncak sirkuler dan lereng terjal. Tim ilmuwan, seperti diberitakan Discovery, Senin (2/5/2016), juga menemukan struktur bola-bola kecil pada sedimen dasar laut. Mereka menduga, itu adalah sel amoeba raksasa atau mungkin juga spons. 

Sumber: Kompas Sains

PENELITI INGGRIS MENDAPAT IZIN UNTUK MENGEDIT GEN DARI EMBRIO MANUSIA

Dr. Kathy Niakan, dari Francis Crick Institute di London

Peneliti asal inggris telah mendapatkan izin untuk menerapkan suatu teknik editing genom yang sangat ampuh pada embrio manusia, meski peneliti di seluruh dunia sedang terhambat pada moratorium (larangan sementara dari suatu kegiatan) untuk mengubah DNA yang dapat diwariskan.

Penelitian inggris ini tidak akan bertentangan dengan moratorium, karena embrio yang telah diubah tersebut tidak akan ditanamkan didalam rahim. Tetapi penelitian ini dilakukan untuk membawa selangkah lebih maju pada keputusan penting mengubah garis keturunan sel germinal manusia pada tujuan medis dan tujuan lainnya

Teknik editing genetik baru, yang dikenal dengan CRISPR atau Crispr-Cas9, memungkinkan peneliti untuk memotong dan menempelkan DNA, material hereditas, dengan lebih mudah dan tepat. Tidak seperti kebanyak model dari terapi gen, yang bertujuan hanya mengubah jaringan manusia dewasa yang mati pada pasien, teknik CRISPR dapat diterapkan pada sel telur manusia, sperma dan embrio awal, dan perubahan ini tidak akan diwariskan pada anak-anak pasien tersebut. Karena mengubah garis keturunan sel germinal manusia dianggap memiliki konsekuensi yang besar, akademi ilmiah terkemuka dari Amerika Serikat, Inggris dan Cina mengeluarkan pernyataan bersama pada bulan Desember lalu. Pernyataan tersebut meminta peneliti di seluruh dunia untuk menunda penelitian mengubah unsur pewarisan sifat pada manusia.


Sebuah badan pengawas Inggris yang mengawasi Biologi Reproduksi, Human Fertilization and Embryology Authority, Senin lalu menyetujui aplikasi yang diajukan oleh Kathy Niakan, dari Francis Crick Institute di London, untuk mengubah embrio manusia dengan teknik CRISPR. Dr. Niakan, seorang ahli biologi perkembangan, tidak berniat untuk menanamkan embrio yang telah diubah tersebut di  dalam rahim. Menurut sebuah laporan di Nature, dia akan membiarkan embrio berakhir ketika masih berusia tujuh hari dan telah mencapai blastosista, atau tahap implantasi. Sumber embrio didapatkan dari klinik kesuburan yang telah menghasilkan embrio lebih dari yang klien mereka butuhkan.


Tujuan Dr. Niakan adalah untuk memahami tahapan perubahan genetik yang dilakukan pada telur yang telah dibuahi melalui beberapa divisi awal. Penelitiannya tidak akan menyebabkan perawatan medis tertentu, hanya untuk pengetahuan yang lebih baik mengenai perkembangan dasar biologi. Penelitian ini mungkin akan berguna dalam mengobati kasus-kasus ketidaksuburan tertentu, mengingat bahwa banyak sel telur yang telah dibuahi gagal sebelum mencapai tahap blastokista.


Langkah-langkah memutuskan rantai DNA



Aliran perubahan diawali dengan mengaktifkan gen yang dikenal sebagai Oct4, dan telah berhasil dilakukan pada tikus, tetapi peneliti ingin mengetahui kemiripan prosesnya pada manusia. Perlakuan praktis yang dikembangkan dari pengetahuan ini tidak akan selalu memerlukan CRISPR.


peneliti Inggris telah memelopori banyak kemajuan dalam biologi reproduksi, termasuk bayi tabung pertama, sel induk embrionik (setidaknya pada tikus, sehingga lebih mudah untuk mengadaptasikan teknik ini pada manusia) dan terapi penggantian mitokondria. sekarang mereka mungkin dapat memimpin eksplorasi pada tahap awal embriologi manusia. Di Amerika Serikat, Kongres telah melarang pemerintah untuk mendukung penelitian yang mengacak-acak embrio manusia, meskipun larangan tersebut tidak berlaku bagi peneliti yang didanai secara pribadi (bukan pemerintah).

Peneliti sedang mempersiapkan Embrio untuk dibekukan


Pada bulan April 2015, penerapan CRISPR pertamakali dilakukan pada embrio manusia, para peneliti yang dipimpin oleh Junjiu Huang dari Sun Yat-sen University di Cina mencoba untuk memperbaiki gen yang rusak yang menyebabkan gangguan darah yang dikenal sebagai beta thalassemia. Meskipun percobaan itu secara etis dipertahankan - semua embrio tidak mampu bekerja dengan baik  karena cacat fatal - hal ini menunjukkan bahaya yang mungkin terjadi dari teknik ini karena banyak hal yang tidak beres. Itulah sebabnya akadimisi ketiga negara (Amerika, Inggris, dan Cina) mengeluarkan moratorium bagi seluruh dunia untuk memodifikasi garis keturunan sel germinal manusia.


David Baltimore, seorang ahli biologi terkemuka di California Institute of Technology yang membantu mengatur moratorium, mengatakan eksperimen yang diusulkan tampaknya konsisten dengan prinsip-prinsip yang disusun oleh akademi. Percobaan tersebut tidak mungkin bagi para peneliti yang didanai pemerintah di Amerika Serikat karena larangan kongres, tapi "untungnya, sumber pendanaan swasta dan negara tersedia untuk melaksanakan penelitian", kata Dr. Baltimore.


George Q. Daley, seorang ahli biologi sel induk di Rumah Sakit Anak Boston (AS), mengatakan bahwa, penelitian yang dilakukan Dr. Niakan pada embrio manusia sangat penting, karena kita tahu bahwa embrio manusia sangat berbeda dari embrio tikus dan mamalia lainnya yang diteliti di laboratorium. Menurutnya, larangan Kongres pada penelitian embrio manusia, menempatkan Amerika pada kerugian kompetitif dengan Inggris, di mana banyak penemuan besar telah dilakukan untuk perkembangan manusia.

Diterjemahkan oleh: Ronald Yusuf Suheri

Diterjemahkan darihttp://www.nytimes.com/

KURSI RODA INI BENAR-BENAR BISA DIGERAKAN DENGAN PIKIRAN!

KURSI RODA INI BENAR-BENAR BISA DIGERAKAN DENGAN PIKIRAN!



KOMPAS.com — Mungkin banyak yang mengatakan bahwa lengan robot Wayan Sutawan dari Bali hoax. Namun, jangan sampai Anda meragukan kebenaran kursi roda buatan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini.

Kursi roda yang belum diberi nama itu benar-benar bisa digerakkan hanya dengan pikiran. Kompas.com telah mencobanya pada Rabu (27/1/2016).

Bagaimana bisa, kursi roda itu digerakkan pikiran?

Jadi, ada beberapa komponen penting pada kursi roda. Pertama adalah elektroda penangkap sinyal dari otak yang terpasang pada kupluk atau penutup kepala. Total ada 32 elektroda.

Di bagian belakang kursi roda terdapat perangkat untuk memperkuat sinyal. Sinyal otak punya tegangan kurang dari 60 mikrovolt sehingga harus diperkuat agar cukup untuk menggerakkan sebuah benda.




Penguat Sinyal Kursi Roda EEG

Data sinyal yang telah diperkuat masuk ke komputer. Sebuah aplikasi khusus yang dikembangkan oleh LIPI kemudian digunakan untuk mengekstrak dan mengidentifikasi sinyal.

"Tujuan ekstraksi sinyal untuk mengetahui ciri sinyal yang dibutuhkan, berapa frekuensinya, berapa amplitudonya," kata Muhammad Agung, peneliti Balai Pengembangan Instrumentasi yang terlibat pembuatan kursi roda berteknologi EEG ini.

Sinyal yang terpilih kemudian dikirim ke bagian pengontrol. Pengontrol inilah yang kemudian memerintahkan kursi roda untuk bergerak. 

Seperti apa rasanya menggerakkan sesuatu dengan pikiran?

Susah ternyata. Kompas.com harus membayangkan bergerak ke kanan dan kiri. Namun, walaupun hal itu sudah dibayangkan, kursi roda kadang tak bergerak dengan tepat.

Untuk membantu saat ingin bergerak, sebuah gambar ditayangkan pada laptop. Gambar itu sederhana, hanya ada kotak di bagian kanan, kiri, atas, dan bawah. 

"Ada teknologi yang benar-benar hanya menggunakan pikiran. Namun, itu susah. Jadi, kita gunakan bantuan visual untuk menggerakkan dengan tepat. Ini hanya sebagai pancingan," kata Agung.

Nah, untuk bergerak maju, Kompas.com menatap kotak bagian atas. Setelah fokus menatap, akhirnya kursi roda benar-benar bisa bergerak maju.

Kursi roda tak punya mode berhenti. Jadi, jika ingin berhenti,Kompas.com harus menatap kotak bagian bawah sesaat. Kadang, kursi roda tak begitu saja berhenti.

Ada satu momen ketika Kompas.com hampir saja menabrak meja. Untungnya, bagian depan kursi roda dilengkapi dengan sensor sehingga perangkat bisa otomatis berhenti pada jarak 30 sentimeter sebelum menabrak.


Sensor Kursi Roda EEG LIPI

Walaupun kita sudah fokus menatap kotak bagian tertentu pada layar, gerakan kursi roda kadang tak selalu tepat. Misalnya, ketika kita menatap kotak bagian kanan agar bisa berbelok ke arah tersebut, kursi roda tetap saja bergerak lurus.

Di situlah sebenarnya yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pengembang alat berteknologi EEG.

"Belum ada alat yang benar-benar akurat," ungkap peneliti Balai Pengembangan Instrumentasi yang memimpin proyek kursi roda EEG, Arjon Turnip.

Menurut Arjon, belum ada satu pun perangkat EEG di dunia yang akurasinya mencapai 100 persen. Tak ada pula yang hanya menggunakan pikiran. Pasti ada bantuan penglihatan untuk memancing sinyal otak.

Agung menuturkan, kunci untuk mengupayakan akurasi pada perangkat EEG adalah perangkat lunaknya. "Harus bisa mengekstrak sinyal dengan baik," katanya.

Sinyal otak tak seperti sinyal jantung yang rata-rata detaknya sudah diketahui. Sinyal otak cenderung random sehingga harus diekstrak dan diidentifikasi.

Identifikasi salah satunya berdasarkan frekuensi. Misalnya, untuk gerakan maju, frekuensinya 9 hertz. Maka dari itu, perangkat lunak harus bisa mengidentifikasi sinyal pada frekuensi itu.

Identifikasi itu punya tantangan sebab banyak noise dalam sinyal otak. Jika selama fokus bergerak lantas pengguna, misalnya, sekadar berkedip, frekuensinya sudah akan berbeda sehingga menyulitkan gerakan.

Arjon menyebutkan, "Kursi roda EEG ini adalah yang paling canggih di Indonesia."

Kini, pengembangannya masuk tahun keempat. Program pada tahun ini adalah menguji coba fungsi kursi roda secara terbatas sambil terus menyempurnakannya.

"Kami sudah bekerja sama dengan Rumah Sakit Hasan Sadikin dan ITB (Institut Teknologi Bandung) untuk tahap uji coba ini," Kata Arjon.


Kemungkinan, produk ini bisa selesai dikembangkan dalam 2-3 tahun ke depan. 

Menurut Arjon, perlu sinergi dalam pengembangan teknologi seperti kursi roda EEG. Bukan hanya lembaga penelitian dan universitas yang perlu terlibat. Industri juga.

Sumber : Kompas Sains
TIKUS HIDUNG BABI DITEMUKAN DI HUTAN PERAWAN SULAWESI

TIKUS HIDUNG BABI DITEMUKAN DI HUTAN PERAWAN SULAWESI



KOMPAS.com — Tim ilmuwan dari Museum Zoologi Bogor, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lousiana State University, dan Museum Victoria mengungkap genus baru tikus, yang disebut tikus hidung babi.
Genus baru itu ditemukan di hutan perawan wilayah Tolitoli, Sulawesi, yang jarang dijamah. Hanya satu dua pencari rotan yang mencapai wilayah itu.

Temuan ini memberi pengetahuan tentang penyebaran tikus celurut yang ternyata bisa mencapai wilayah lebih ke utara dan lebih tinggi dari yang diduga. Riset dipublikasikan di Journal of Mammalogy edisi Oktober 2015.

Anang Setiawan Achmadi, Jake Esselstyn, Kevin Rowe, dan Heru Handika sedang melakukan ekspedisi penelitian ke hutan wilayah Gunung Dako ketika menjumpai genus tikus itu pada tahun 2012.

Tim memasang perangkap jepit dan umpan di suatu dataran di hutan berketinggian lebih dari 1.500 meter. Perangkap jepit adalah perangkat umum yang biasa dipakai untuk mengoleksi hewan pengerat liar.

"Yang pertama menemukan tikus ini Kevin. Dia berteriak. Kami yang masih di kamp dan mendengar langsung curiga ada sesuatu yang mengejutkan," kata Anang.

Begitu Kevin membawa spesimen ke kamp, seluruh tim kegirangan. Mereka langsung melakukan analisis singkat dan meyakini bahwa tikus yang dijebak adalah jenis baru.

Saat melakukan analisis di laboratorium, tim mengungkap bahwa spesimen tikus yang ditangkap sangat khas dan berbeda dengan lainnya sehingga bahkan layak disebut genus baru.


Museum Victoria/LIPI 
ikus Hidung Babi (Hyorhinomys stuempkei)
Secara ilmiah, tikus baru ini dinamai Hyorhinomys stuempkei. Nama genus "Hyorhinomys" diambil dari kata "hyro" yang berarti "babi", "rhino" yang berarti "hidung", dan "mys" yang berarti "tikus".
Sementara itu, nama spesies "Stuempkei" diambil dari nama samaran Gerolf Steiner, Harald Stuempke. Dia adalah penulis buku fiksi The Snouter yang bercerita tentang adanya tikus yang terpapar radiasi sehingga hidungnya menjadi panjang.

Kepada Kompas.com, Senin (5/10/2015), Anang mengatakan, "Ciri yang sangat menonjol dari tikus ini adalah hidungnya yang seperti hidung babi." Hewan itu dikatakan seperti hidung babi karena bentuknya yang besar, rata, dan berwarna merah muda.

Ciri lainnya adalah adanya rambut yang sangat panjang di bagian dekat saluran kencing. "Kami belum pernah menemukan tikus celurut memiliki rambut urogenital yang sepanjang ini, mencapai 5 sentimeter. Kami belum tahu fungsinya apa."

Karakteristik unik lain dari tikus baru ini adalah gigi serinya yang putih. Kebanyakan tikus memiliki gigi seri oranye. Sementara itu, telinganya juga besar. 

"Di Australia, Hyorhinomys lebih terlihat seperti tikus bilby, dengan kaki belakang yang besar, telinga besar dan panjang, serta moncong yang panjang dan meruncing," ungkap Kevin.

Ciri itu merupakan salah satu karakteristik tikus pengerat karnivora yang memakan cacing tanah, larva kumbang, dan serangga kecil.

Temuan tikus ini menantang pandangan ilmuwan tentang penyebaran celurut di Sulawesi saat ini. Sejauh ini, celurut dikatakan hanya menyebar hingga wilayah Sulawesi bagian tengah dan di dataran rendah.

Wilayah Tolitoli sudah terlalu ke utara. "Untuk sampai ke sana, adabarrier yang harus dilewati. Bagaimana celurut ini sampai ke sana, ini masih menjadi pertanyaan," kata Anang.

Sementara itu, celurut hingga saat ini ditemukan hanya pada ketinggian di bawah 1.500 meter di atas permukaan laut. Tikus hidung babi ditemukan di ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut.

Temuan ini menambah daftar tikus-tikus unik di bumi sebelumya. Sebelumnya, keberadaan sejumlah tikus diungkap, yakni tikus ompong (Paucidentomys vermidax) dan tikus air mamasa (Waiomys mamasae).

Kevin mengungkapkan, "Kami masih kagum kita bisa berjalan ke pelosok hutan di Sulawesi dan menemukan beberapa spesies baru mamalia yang sangat berbeda dari spesies yang telah diketahui, atau bahkan genus sekalipun."

Anang menuturkan, penemuan genus baru yang ketiga dalam kurun waktu 5 tahun terakhir adalah bukti nilai penting kawasan hutan dan pegunungan di Pulau Sulawesi. Masih banyak "harta karun terpendam" keanekaragaman yang harus dijaga.

Hal ini menunjukkan pentingnya konservasi bagi masyarakat Indonesia. Jangan sampai keanekaragaman hayati punah sebelum diungkap dan diketahui manfaatnya.

SUMBER: KOMPAS SAINS

TRANSPLANTASI KEPALA MANUSIA AKAN DILAKUKAN PADA 2017

KOMPAS.com — Awal tahun ini, ilmuwan dan ahli saraf dari Italia, Sergio Canavero, mengejutkan dunia ketika ia mengumumkan akan melakukan transplantasi kepala manusia. Ini merupakan rencana transplantasi kepala pertama di dunia.
Sergio Canavero
Tentu perlu persiapan matang agar proses transplantasi lancar dan berhasil. Canavero baru-baru ini mengumumkan bahwa operasi tersebut akan dilakukan pada Desember 2017. Ia juga telah merekrut seorang ahli bedah kepala untuk memimpin prosedur kontroversial itu. Operasi ini mungkin terdengar seperti adegan dari film horor. Namun, ada satu orang yang berharap operasi ini akan dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Orang tersebut adalah Valery Spiridonov. Pria berusia 30 tahun asal Rusia ini mengajukan diri sebagai sukarelawan dalam prosedur yang dia harapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dirinya.

Spiridonov merupakan ilmuwan komputer yang menderita penyakit saraf motorik langka yang dikenal sebagai penyakit Werdnig-Hoffmann. Penyakit tersebut menyebabkan saraf motorik memburuk yang mengarah pada atrofi otot. 
Valery Spiridonov
Pada kasus berat, penyakit tersebut akan mengakibatkan penderitanya mengalami kesulitan menelan dan bernapas. Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini.

Seperti halnya operasi lain, operasi ini berisiko dan serba-tidak pasti. Akankah dokter berhasil menyambungkan kembali sumsum tulang belakangnya? Akankah kepala menolak tubuh baru? 
Meski kemajuan teknologi medis mengurangi risiko penolakan, operasi tersebut tak dijamin sukses karena belum pernah ada dokter yang berhasil menyambung sumsum tulang belakang. Spiridonov menyadari adanya risiko tersebut. Namun, ia bersikeras untuk tetap menjalani operasi tersebut.

"Menurut perhitungan Canavero, jika segalanya berjalan sesuai rencana, dua tahun merupakan waktu yang diperlukan untuk memverifikasi seluruh perhitungan ilmiah dan merencanakan detail operasi," ujar Spiridonov kepada kantor berita CEN.
"Ini bukanlah sebuah perlombaan. Tak diragukan lagi, operasi akan segera dilakukan ketika dokter dan para ahli sudah 99 persen yakin bahwa operasi akan berjalan sukses," ujarnya.
Canavaro akan bekerja sama dengan Xiaoping Ren, seorang ahli bedah saraf dari Harbin Medical University di China. Ren tak asing lagi dengan transplantasi kepala sebab ia telah melakukan operasi tersebut pada 1.000 tikus berbeda. Dengan operasi yang berjalan selama 10 jam, tikus bisa bernapas, minum, bahkan melihat. Sayangnya, tak satu pun dari tikus-tikus itu yang dapat bertahan lebih lama dari beberapa menit.
Sebenarnya, transplantasi kepala pertama telah berhasil dilakukan hampir 50 tahun lalu. Pada tahun 1970, dr Robert White berhasil mentransplantasikan kepala monyet rhesus ke tubuh baru. Setelah operasi dilakukan, monyet itu bertahan hidup selama 9 hari sampai akhirnya kepala menolak tubuh baru. Sumsum tulang belakang yang tak bisa menyambung kembali membuat tubuh monyet lumpuh.
Canavero dan Ren akan menghabiskan dua tahun untuk mempersiapkan operasi selama 36 jam. Setelah memutus sumsum tulang belakang—yang merupakan bagian terpenting dalam operasi ini—kepala akan ditransplantasikan ke tubuh donor. Tibalah bagian yang sangat rumit, yakni menyambungkan kembali sumsum tulang belakang. Teknik Canavero ini akan menggunakan polietilena glikol, senyawa yang dikenal karena kemampuannya untuk memadukan membran sel lemak. Ren diharapkan menguji teknik Canavero di tikus dan monyet pada akhir tahun ini. Namun, banyak ahli medis profesional yang sangsi atas kesuksesan operasi ini, dan menyatakan bahwa operasi itu aneh dan tidak mungkin.

Sumber: Kompas Sains

AHLI GENETIKA INDONESIA BISA REKAYASA SAPI 200 Kg JADI 750 Kg

KOMPAS.com - Sejumlah lembaga riset di Indonesia telah mampu melakukan rekayasa genetik untuk meningkatkan produktivitas sapi. Bobot sapi yang semula hanya 200 kg dapat dikembangkan hingga berbobot 750 kg.

Demikian diutarakan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, saat meresmikan pembangunan kampus Fakultas Kedokteran, Universitas Papua, Sabtu (22/8/2015).

Terbersit di benaknya untuk menjadikan Sorong sebagai lumbung daging di Papua saat melihat sapi-sapi Sorong yang gemuk di sepanjang perjalanan.

"Sapinya besar-besar, itu kalau diukur bobotnya bisa 200 kilogram per ekor. Ini bisa mendukung swasembada daging di Papua," kata Nasir. 

Menurut dia, produktivitas sapi di Sorong dapat ditingkatkan melalui rekayasa genetika. Ahli-ahli di Indonesia sudah memiliki kemampuan tersebut.
"Tinggal sediakan beberapa ratus sapi nanti kita akan bantu untuk rekayasa genetika," kata Nasir.
Ia berharap, Universitas Papua dapat mengambil peranan dalam upaya peningkatan produktivitas sapi di Papua. 
"Mari kita penuhi kebutuhan daging di Papua dengan kerja keras kita sendiri. Kita jadikan Sorong lumbung daging Papua," ujar Nasir.
Universitas Papua di Papua Barat tengah dikembangkan menjadi universitas unggulan di Indonesia Timur. Universitas itu kini memiliki dua fakultas baru, Teknik Pertambangan dan Kedokteran. Lokasi kampusnya tersebar di tiga wilayah yaitu Manokwari, Sorong, dan Raja Ampat.
Rekayasa genetika
Rantai double helix DNA

Sumber: Kompas Sains

PENCETUS JUMLAH KROMOSOM MANUSIA TERNYATA ORANG INDONESIA!!

BMC – Siapa menyangka bahwa seorang ilmuwan dari Indonesia ternyata berperan penting dalam perkembangan bioteknologi khususnya genetika. Bersama koleganya dia menemukan dan memastikan bahwa kromosom manusia berjumlah 23 pasang, padahal sebelumnya para ilmuwan lain sangat meyakini bahwa jumlah kromosom manusia adalah 24 pasang.
Kisahnya bermula tahun 1921. Ada 3 orang yang datang kepada Theophilus Painter meminta untuk ‘dikebiri’. Dua pria kulit hitam dan seorang pria kulit putih itu merelakan ’senjata’ mereka dicopot berdasarkan kepercayaan yang mereka anut. Painter yang orang Texas ini lantas mengamati isi testis ketiga orang tadi, dia sayat tipis-tipis, lalu diproses dengan larutan kimia, dan dia amati di bawah mikroskop. Ternyata ia melihat ada serabut-serabut kusut yang merupakan kromosom tak berpasangan pada sel testis. Menurut hitungannya saat itu ada 24 kromosom. Dia sangat yakin, ada 24 kromosom.

Keyakinan ini diperkuat oleh ilmuwan lain yang mengamati dengan cara berbeda, mereka pun mendapat hasil yang sama, 24 kromosom. Bahkan hingga 30 tahun ‘keyakinan’ ini bertahan. Begitu yakinnya para ilmuwan akan hitungan ini sampai-sampai ada sekelompok ilmuwan meninggalkan penelitian mereka tentang sel hati manusia karena mereka tidak menemukan kromosom ke-24 dalam sel tersebut, mereka hanya menemukan 23 saja. Ilmuwan lain berhasil memisah-misahkan kromosom manusia dan menghitungnya, jumlahnya? Tetap 24 pasang.

kromosom manusia
Kariotip Manusia Normal
Barulah 34 tahun setelah ‘tragedi’ pengebirian oleh Painter, ilmuwan menemukan cara untuk memastikan bahwa jumlah kromosom manusia hanya ada 23 pasang, bukan 24 pasang. Adalah Joe-Hin Tjio yang bermitra dengan Albert Levan di Spanyol menemukan teknik yang lebih baik untuk mendapatkan jumlah 23 pasang kromosom manusia. Bahkan ketika mereka menghitung ulang gambar eksperimen terdahulu yang menyebutkan bahwa jumlahnya ada 24, mereka mendapati hanya ada 23. Benar-benar aneh, mata siapa yang bisa error begini?

Memang kenyataan bahwa manusia hanya memiliki 23 pasang kromosom dianggap aneh dan mengejutkan. Pasalnya, simpanse, orang utan, dan gorila, yang kandungan genetiknya mirip dengan manusia ternyata memiliki 24 pasang kromosom. Jadi kromosom manusia ini lain daripada bangsa kera yang lain. Usut punya usut, ternyata ada dua kromosom pada gorila yang jika digabungkan ukurannya akan mirip dengan kromosom ke-2 pada manusia. Sungguh ajaib memang, perbedaan yang ‘kecil’ ini ditambah sedikit keragaman antara gen-gen manusia dan gorila, membuat penampakan keduanya jauh berbeda.
Joe-Hin Tjio
Joe-Hin Tjio (1919 - 2001)
Seperti ditulis dalam Encyclopedia Britannica, Tjio lahir di Jawa, 2 November 1919. Tjio kecil bersekolah di sekolah penjajah Belanda, kemudian dia sempat mendalami fotografi mengikuti jejak ayahnya yang juga seorang fotografer profesional. Namun selanjutnya Tjio memutar stir ke bidang pertanian dengan kuliah di Sekolah Ilmu Pertanian di Bogor, waktu itu Tjio berusaha mengembangkan tanaman hibrida yang tahan terhadap penyakit. Dari sinilah pondasi ilmu genetika membawanya menjadi seorang ahli genetik terkemuka kelak.
Sempat dipenjara selama tiga tahun saat masa pendudukan Jepang, Tjio melanjutkan pendidikannya ke Belanda melalui program beasiswa. Ia melanjutkan kembali studinya mengenaicytogenetik tanaman dan serangga hingga menjadi ahli dalam bidang tersebut. Kemudian Tjio menghabiskan waktu 11 tahun di Zaragoza setelah pemerintah Spanyol mengundangnya untuk melakukan studi dalam program peningkatan mutu tanaman.
Di sela-sela liburannya, Tjio pun nyambi riset di Institute of Genetics di Lund Swedia dan tertarik untuk meneliti jaringan sel mamalia. Di sinilah penemuannya yang menghebohkan itu ia lakukan.
Pada tahun 1955, Tjio menggunakan suatu teknik yang baru ditemukan untuk memisahkan kromosom dari inti (nukleus) sel. Ia merupakan salah satu peletak pondasi cytogenetik modern, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara struktur dan aktifitas kromosom serta mekanisme hereditas, sebagai sebuah cabang utama ilmu genetika. Penelitiannya yang lain pada tahun 1959 membawa pada penemuan bahwa orang-orang yang terkena Down Syndrome memiliki tambahan kromosom dalam sel-sel mereka.
Ada cerita menarik di balik penemuan jumlah 23 pasang kromosom ini, selain memang hasil penelitiannya yang menghebohkan, Tjio pun melakukan tindakan yang cukup menggemparkan dunia riset Eropa karena ia menolak untuk mencantumkan Albert Levan (kepala Institute of Genetics tempat risetnya dilakukan) sebagai Author utama dalam jurnal yang diterbitkan dalamScandinavian Journal Hereditas tahun 1956 itu, padahal itu sesuatu yang ‘wajib’ sesuai konvensi Eropa yang telah berlangsung lama. Tjio bahkan mengancam akan membuang pekerjaannya itu jika Tjio tidak dicantumkan sebagai Author utama. Akhirnya, mengingat ini adalah penemuan besar, Levan mengalah dan dia dicantumkan hanya sebagai co-author.
Karir terakhir Tjio bekerja di NIH (National Institute of Health) Washington. Di sana ia mengkompilasi koleksi foto-foto ilmiah yang mendokumentasikan penelitian-penelitiannya yang luar biasa. Ternyata bakat fotografi terpendamnya tersalurkan juga di NIH. Prestasi Tjio pun tak bisa dipandang remeh, terbukti dengan anugerah Outstanding Achievement Award dari Presiden Kennedy tahun 1962.
Tjio meninggal pada tanggal 27 November 2001, 25 hari setelah ultahnya yang ke-82 di Gaithersburg, Maryland, Amerika. Kita boleh berbangga sekaligus prihatin, bangga karena ilmuwan kelahiran Indonesia mampu memberi sumbangsih besar untuk ilmu pengetahuan, tapi juga prihatin karena di negeri kita belum menjadi tempat bagi ilmuwan luar biasa.
Banyak potensi besar orang-orang cerdas yang kurang diperhatikan, sehingga mereka dibajak oleh negara-negara lain yang sudah maju dan mau menghargai prestasi mereka, bahkan sejak masih muda. Sebenarnya sangat disayangkan jika orang sehebat Joe-Hin Tjio yang asli Jawa pada akhirnya dikenal sebagai ahli genetik Amerika.

OTAK BUATAN DIKEMBANGKAN DARI SEL KULIT MANUSIA

KOMPAS.com — Para ilmuwan dari Ohio State University mengatakan, sebuah otak yang hampir sepenuhnya buatan tengah dikembangkan di laboratorium untuk pertama kalinya.

Otak yang tak memiliki kesadaran itu, yang seukuran kacang dan sebanding dengan janin berusia lima minggu, bisa mempercepat penelitian ilmu saraf dalam kondisi seperti alzheimer dan parkinson.

Otak buatan ini dibuat dari sel kulit manusia dewasa, tetapi metodenya sebagian besar masih dirahasiakan karena proses paten atau hak cipta yang tertunda.

Peneliti utama, Profesor Rene Anand, yang mempresentasikan data ini di sebuah simposium kesehatan militer di Fort Lauderdale, Florida, mengatakan, pihak mereka telah mereproduksi setiap bagian dari otak.

"Tak hanya terlihat seperti otak, ini mencerminkan semua gen yang membantu pembuatan otak dan itu berarti semua hal, mulai dari korteks hingga sumsum tulang belakang, semuanya ada," ujarnya.

Meski demikian, otak buatan ini tak memiliki kemampuan untuk menjadi sadar dan Profesor Rene mengatakan, karena itulah, masalah etika tak akan muncul.

"Ia tak memiliki masukan sensorik apa pun sehingga sebagian besar merupakan jaringan hidup yang mereplikasi otak. Ketika ada penyebab genetik atau lingkungan, kami bisa menilai bagaimana mereka mengubah migrasi sel, misalnya, atau pembentukan sinapsis atau pembentukan sirkuit," ujarnya.

Ia menambahkan, "Jadi, itu memberi kami akses yang luar biasa untuk mengetahui ketika sesuatu berjalan salah, seberapa besar salahnya, dan mungkin suatu hari kami akan mencari cara untuk memperbaikinya."

Media The Guardian melaporkan, beberapa peneliti yang mereka hubungi khawatir bahwa data ini masih dirahasiakan dan belum melalui kajian sejawat.

Mereka mengatakan, hal ini membuat kondisi menjadi tak memungkinkan untuk menilai kualitas dan dampak dari otak buatan tersebut.

Temuan ini bantu alzheimer dan parkinson

Profesor Rene mengutarakan, otak buatan ini bisa memiliki dampak yang besar pada penelitian penyakit neurologis atau saraf dan akan mempercepat penelitian.

"Saya pikir ini etis karena akan membuat prediksi lebih besar atas apa yang akan terjadi pada seorang pasien yang diberi obat, baik pada sisi efikasi maupun efek samping," katanya.

Ia berujar, "Anda tak perlu langsung melompat dari hewan pengerat ke manusia. Itu akan menjatuhkan biaya uji klinis secara dramatis. Ini adalah hal yang jauh lebih murah untuk dilakukan ketimbang uji klinis."

"Saya pikir kapasitas prediksi akan menjadi fenomenal karena ini manusia," katanya.

Profesor Rene mengatakan, otak buatan ini bisa membantu sejumlah kondisi, terutama alzheimer dan parkinson.

Ia menuturkan, para peneliti akan mengujinya terhadap orang yang memiliki kecenderungan genetik besar dalam keluarga.

"Kami mungkin akan mengalami kesulitan ketika sepanjang hidup ia terkena beberapa jenis racun lingkungan dan tak mengetahui apa itu. Kami mungkin akan memiliki waktu yang sulit untuk mencoba melihat bagaimana itu terjadi dan mengapa," katanya.

Ia menambahkan, "Namun, itu juga sebuah model yang memungkinkan kami untuk bertanya tentang kesehatan pra-persalinan. Apa yang terjadi pada perempuan hamil yang merokok tanpa asap nikotin, apakah aman?"

"Atau apakah Anda minum air yang mengandungplasticide, apakah aman? Kami bisa mengajukan pertanyaan ini dalam model manusia, membuat prediksi, dan memberi bimbingan kepada FDA (Otoritas Makanan dan Obat-obatan AS) untuk mengatur atau tak mengatur atau untuk memberikan informasi kepada publik," ujarnya.

Profesor Rene mengatakan, ia meramalkan momen ketika otak buatan ini akan membuka pintu untuk memahami cedera otak traumatis dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

"Baru-baru ini dalam konferensi ilmu kesehatan militer, kami membolehkan lembaga pertahanan untuk melihat teknologi yang kami ciptakan," ujarnya.

Sang Profesor melanjutkan, "Harapan kami adalah bahwa jika mereka membiayai kami, kami akan bisa melakukan apa yang kami coba lakukan, katakanlah, untuk autisme atau alzheimer atau parkinson, mendapatkan sel-sel kulit dari orang-orang yang trauma, yang memiliki PTSD dan yang tak mengalami PTSD, dan kemudian kami bertanya apa bedanya."

"Pertanyaannya, misalnya, Anda menggunakan hormon stres dan bertanya, apakah otak orang ini bereaksi lebih buruk terhadap hal ini daripada orang lain, dan itu sebabnya mereka mengalami PTSD atau justru tidak?" ujarnya.
Otak buatan
Otak buatan
Sumber: Kompas Sains